Rabu, 28 November 2018

Asuransi Sepakat Hentikan Engineering Fee Mulai Tahun Depan


Polemik tambahan komponen biaya akuisisi dalam bentuk engineering fee makin menekan kondisi keuangan industri asuransi umum. Karenanya, pelaku usaha sepakat untuk menghentikan praktek tersebut.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna menyebut para pelaku industri sudah menjalin kesepakatan untuk tak lagi mengeluarkan biaya tambahan yang terus membebani biaya operasional perusahaan. Pasalnya, kondisi ini sudah makin membuat industri jadi tak sehat.

Namun untuk mengentikan praktek tersebut, ia mengakui perusahaan asuransi umum dan reasuransi masih harus melakukan sejumlah penyesuaian. Diantaranya terkait sejumlah kontrak bisnis yang sudah terjalin.

Hal tersebut ditargetkan bisa selesai dalam sisa waktu yang ada di tahun ini. "Sehingga penghentian praktek engineering fee akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2019 nanti," kata Dadang belum lama ini.

Asosasi juga disebutnya sedang menyiapkan skema sanksi bila ada anggota yang melanggar kesepakatan tersebut.

Karena praktek engineering fee ini, marjin asuransi umum makin tertekan dalam beberapa tahun ke belakang. Selisih antara dari hasil underwriting berbanding premi bruto dengan beban usaha berbanding premi bruto terus tergerus dari 4,4% di 2014 menjadi 1,5% per akhir 2017.

Bila selisih ini makin menciut bahkan menyentuh level minus, Dadang bilang pelaku industri harus menggunakan sumber dana lain untuk menutup beban operasional. Misalnya dari hasil investasi. Tentunya ini bakal makin membuat industri makin tidak sehat lagi.

Sementara sejumlah perbaikan mulai dilakukan pelaku usaha di tahun ini hingga selisih tersebut bisa melebar ke angka 2,3% di akhir triwulan ketiga 2018. Nah dengan kesepakatan yang dibuat pelaku asuransi umum, diharapkan selisih tersebut akan kembali ke level normal.

"Diharapkan selisihnya kembali ke kisaran 4% di 2019 nanti," ujar dia.

Sebenarnya, istilah engineering fee diakui menyimpang karena selama ini dijadikan sebagai biaya yang ditagihkan ke perusahaan asuransi untuk kegiatan survei dan evaluasi risiko dari calon tertanggung. Biaya tersebut lalu masuk ke pos beban pemasaran dari perusahaan asuransi.

Dadang menyebut, besaran biaya tersebut makin lama makin bergerak liar dan tak terkontrol. Beban pemasaran asuransi umum pun meningkat cukup signifikan.

Pada kuartal III-2016 beban pemasaran asuransi umum tercatat sebesar Rp 1,04 triliun, lalu meningkat 14,35% pada kuartal ketiga 2017. Lalu pada triwulan III 2018, beban ini melompat lebih tinggi yakni 36,39% menjadi Rp 1,6 triliun. Kenaikan beban pemasaran ini membuat beban operasional asuransi umum turut terkerek.

sumber:  kontan

0 komentar:

Posting Komentar